Selasa, 21 April 2009

 

Batasan Umur Yatim

MAJELIS ULAMA NAGARI ANDALEH

Sekretariat : Jorong Kampung Tangah – Andaleh – Kec. Luak – Limapuluh Kota – Sumatera Barat 26262

KEPUTUSAN
Nomor : 01/MUNA.II-2008


Dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiem Majelis Ulama Nagari Andaleh, menyatakan :
Setelah :
Mengingat : Program Kerja Majelis Ulama Nagari Andaleh periode 2007 – 2010
Memperhatikan :


  1. Ayat-ayat Alqur`an serta hadist-hadist nabi Muhammad SAW mengenai kewajiban untuk memelihara, menyantuni, menganjurkan untuk berlaku baik terhadap anak yatim.

  2. Makalah dari Buya Zulhatril, S.PdI dan Buya Abrar Dt Sembai Nan Putieh, S.Ag

  3. Kesepakatan/kesesuaian anggota Majelis Ulama Nagari Andaleh yang hadir pada forum-forum kajian yang diadakan sekali sepekan selama beberapa pekan yang berlangsung semenjak hari Kamis tanggal 17 Januari 2008 yang membahas perihal seputar masalah zakat.

Memutuskan :
MENETAPKAN


Pertama : Menyampaikan secara berkala kepada seluruh anak nagari tentang apa-apa yang sudah disepakati dalam forum kajian bersama anggota Majelis Ulama Nagari Andaleh mengenai anak yatim dan melanjutkan kajian untuk hal-hal yang belum dibicarakan.

Kedua : Segala lampiran yang terdapat pada pernyataan/keputusan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari surat keputusan ini, termasuk yang sedang dan akan dibicarakan untuk dicarikan keputusannya mengenai hal-hal seputar masalah anak yatim ini.

Ketiga : Bahwa apa-apa yang menjadi keputusan ini, semata-mata didasarkan pada dalil-dalil/nash-nash yang qath`i sesuai batas pengetahuan masing-masing anggota Majelis Ulama Nagari Andaleh yang hadir pada forum kajian dimaksud dengan niat semata untuk beribadah kepada Allah SwT dan berharap kepada Allah SWT, semoga apa-apa yang diputuskan ini terhindar dari segala hal yang tidak benar.

28 Februari 2008

Majelis Syuro
Ketua Sekretaris




H. ABDUL MALIK ISMAIL SAHARNI, BA

MAJELIS ULAMA NAGARI ANDALEH
Ketua




D E S E M B R I


Tembusan disampaikan kepada Yth :
Bapak Wali Nagari Andaleh di Kampung Tangah
Pertinggal--------------------------------------------------


KEPUTUSAN MAJELIS ULAMA NAGARI ANDALEH


Tentang Kewajiban untuk Memelihara, Menyantuni Anak Yatim dan


Had/Batas Umur Anak Yatim



  1. PENDAHULUAN
    Pendekatan Definitif
    Ada beragam versi yang muncul dalam memahami dan mendefinisikan kata yatîm. Ada yang menyatakan bahwa yatim bukan hanya anak yang ayahnya sudah meninggal dunia, akan tetapi lebih dari itu, ia adalah anak yang tidak bisa mendapatkan kesejahteraan hidup dan pendidikan yang layak, kendati orang tuanya masih hidup.
    Sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa yatim memiliki pengertian yang luas dan amat beragam: ada yatim al-mâl (anak yang hidup dalam keluarga pra sejahtera), yatim al-‘aqîdah, (mereka yang pemahaman akidahnya masih lemah dan dangkal) bahkan yatim al-‘ilm (yatim dalam bidang ilmu pengetahuan), dst. Asumsi terakhir ini mengacu pada sebuah maqâlah arab sebagai berikut;
    لَيْسَ اليَتِيْمُ مَنْ فَقَدَ وَالِدَهُ وَلَكِنَّ الْيَتِيْمَ يَتِيْمُ الْعِلْمِ وَالْأَدَبِ
    "Yang dikatakan yatim bukanlah anak yang ayahnya telah tiada, akan tetapi yatim adalah orang yang tidak memiliki ilmu dan budi pekerti yang baik".

    Bahkan, sementara kalangan ada yang beranggapan jika status yatim tidak dibatasi dengan masa dan usia. Selama si yatim tidak bisa mandiri dan dapat mengelola hartanya sendiri dengan baik, meski ia sudah bâligh, tetap dianggap sebagai yatim. Pendapat ini berpedoman pada ayat al-Qur’ân yang berbunyi:

    وَابْتَلُوْا اليَتَامَى حَتَّى اِذَاْ بَلَغُوْا النِّكَاحْ (النساء: 6)

    "Dan ujilah anak yatim itu sampai ia cukup umur menikah (bâligh)" (QS: al-Nisâ’, 6)
    Dalam hal ini, mereka mengartikan kata "al-nikâĥ" dalam ayat tersebut dengan "usia yang pantas untuk menikah", yakni "si yatim" sudah bisa hidup mandiri dengan mencari nafkah dan mengelola harta kekayaannya sendiri dengan baik. Tentu saja, masih menurut pendapat ini, bakat tersebut tidak bisa dimiliki oleh anak yang baru bâligh.
    Pada sisi lain, ada yang berpendapat bahwa definisi yatim yang berlaku dan dianggap saĥîĥ (mu‘tabar) sehingga berlaku hukum-hukum fikih kepadanya, dengan berlandaskan pada al-Qur’ân dan ĥadîts Nabi adalah: “anak yang ayahnya telah tiada sebelum ia mencapai usia bâligh”. Definisi ini berlandasan pada ĥadîts nabi SAW. yang artinya, "tidak ada yatim setelah masa bâligh (dewasa)" (Lihat, Tafsîr Ibnu Katsîr, I/491-492; Ensiklopedi Hukum Islam, VI/1962 entri Yatim; Qâmûs al-Fiqhy, 392).
    Definisi terakhir inilah yang lebih representatif dan abasah untuk dijadikan landasan, karena memang berangkat dari pemahaman terhadap sumber utama hukum Islam (al-Qur’ân dan al-Ĥadîts). Sementara definisi yang lain kebanyakan hanya merujuk pada realita sosial yang berlaku dan menjadi asumsi masyarakat kebanyakan, serta terkesan mengesampingkan ketentuan-ketentuan fikih Islam.
    Adapun maqâlah arab yang mempresentasikan definisi yatim sebagai "orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang baik", sebetulnya merupakan ungkapan metafora (majâz) yang diarahkan pada bidang ilmu pengetahuan dan akhlak, bukan untuk mendefinisikan yatim yang sesungguhnya.
    Sedangkan yang dikehendaki dengan kata 'al-nikâĥ' dalam surat al-Nisâ’ ayat 6 di atas adalah “usia bâligh”. Demikian dengan merujuk pada ayat al-Qur’ân yang lain dengan redaksi:

    وَاِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الحُلُمَ (النور: 59)

    "Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur bâligh" (QS: al-Nûr, 59).

    dan pada ĥadist nabi SAW. yang berbunyi:

    لَا يُتْمَ بَعْدَ بُلُوْغٍ –وفي رواية- لَاْيُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ (رواه ابو داود)

    "Tidak dikatakan yatim setelah bâligh" (HR: Abû Dâwud)
    Dalam penggalan ayat al-Qur’ân di atas dijelaskan bahwa usia nikah adalah usia bâligh. Sedangkan ĥadîts tersebut memberikan pengertian bahwa seorang anak yang sudah mencapai usia bâligh, status yatim sudah terlepas dari dirinya, meskipun harta yang menjadi hak miliknya tidak dapat langsung diberikan kepadanya. Masih melihat kondisi apakah dia sudah bâligh-rusyd atau tidak.

    Dalam konteks keindonesiaan, nama yatim diperuntukkan anak yang bapaknya meninggal dunia. Sedangkan bila yang meninggal adalah bapak dan ibunya sekaligus, maka anak tersebut dikatakan yatim-piatu. Dalam tinjauan ushul fiqh, skala prioritas semacam ini bisa saja dimasukkan dalam kategori faĥwa al-khithâb atau mafhûm aulawy (pemahaman secara eksplisit dengan memakai skala prioritas). Artinya, secara filosofis bisa digambarkan, bahwa anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya mesti lebih diprioritaskan daripada anak yang hanya ditinggal mati bapaknya saja. Padahal, sejatinya dalam fikih tidak terdapat skala prioritas seperti yang terjadi dalam konteks Indonesia ini.
    Dalam konteks bahasa arab juga terdapat klasifikasi yang jelas tentang anak yatim ini. Dalam dunia Arab, disamping ada nama yatîm sebagai sebutan bagi anak yang bapaknya meninggal, juga ada nama lathîm bagi anak yang kedua orang tuanya meninggal, serta nama ‘ujmi bagi anak yang ibunya meninggal. Namun, sejauh ini klasifkasi penamaan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun terhadap penetapan hukum fikih. (Lihat, Futûhât al-Ilâhiyah, I/352)

  2. Dalil-Dalil untuk Memelihara, Menyantuni Anak Yatim

    “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Ma`uun : 1:3)
    “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS. Ad-Dhuha : 9)
    “Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al-Baqarah : 220)

    “Aku dan pemelihara anak yatim di surga (dekatnya) seperti dua jari ini (seraya Rasul isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dengan posisi merenggang)” Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, at-Turmudzi dan Abu Daud

  3. Bahaya Tidak Berbuat Ishlah terhadap Anak Yatim
    Untuk hal ini, QS Al-Baqarah:177 sudah cukup sebagai ancaman bagi aulia`ul yatama (para wali anak yatim) yang tidak mengurus anak yatim dengan baik.
    Syekh Jalaluddin al-Shawi di dalam karyanya, Tafsir al-Shawi mengutip sebuah hadits ketika menafsiri QS al-Dhuha : 06 yang artinya, “rumah terbaik adalah rumah yang ada anak yatim dan diurus dengan baik. Dan paling buruknya rumah adalah rumah yang terdapat anak yatimnya, namun tidak diurus” (Tafsir Shawi, II/11)
    Hadits lain yang lebih mengerikan adalah “barang siapa yang memakan harta anak yatim (dengan cara dzalim) kelak di hari Kiamat akan bangkit sedangkan kuburan, mulut, hidung, kuping dan matanya mengeluarkan asa” (Tafsir Shawi, VI/298).
    Ancaman lain adalah QS al-Fajr:12-20. Menurut Jamal al-`Ujailiy dalam tafsirnya, al-Futuhat al-Ilahiyah mengatakan bahwa ayat 12 ini memiliki dua arah interpretasi. Pertama, tidak berbuat baik terhadap anak yatim dan kedua, tidak memenuhi hak-hak mereka. Pendapat Jamal al-`Ujailiy di back-up oleh Imam Muqatil dengan pendapatnya bahwa hadirnya ayat ke 16 hingga akhir surat dimaksudkan sebagai takhwif (menakut-nakuti) yang datang dari Allah Swt. Merupakan hal yang maklum bahwa takhwif yang datang dari Allah Swt bukanlah “gertakan sambal” belaka.

  4. Batas Seseorang di hukumi sebagai Yatim
    Kata yatim dengan segala variannya, tersebut dalam Alquran sebanyak 23 kali. Sebagian ahli bahasa Arab memberikan definisi anak yatim adalah anak yang bapaknya sudah meninggal dunia. Sebagian ulama menambahkan batasan yakni yang masih belum sampai batas baligh. Batasan ini ditambahkan karena menurut mereka ada hadis yang berbunyi:
    لَا يُتْمَ بَعْدَ بُلُوْغٍ –وفي رواية- لَاْيُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ (رواه ابو داود)
    ''...tidak ada anak yatim bagi anak yang telah sampai umur baligh.''
    Sebagian ulama menjelaskan, anak yatim adalah anak kecil yang tidak lagi mempunyai bapak. Yang dimaksud tidak mempunyai bapak adalah tidak mempunyai bapak yang diketahui menurut aturan syara', sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikh Ibrahim Al-Baijuri.

    Soal di usia berapa seorang anak yang ditinggal mati oleh bapaknya tidak lagi menjadi yatim, memang masih kontroversial. Sebagian ulama mengacu pada usia tertentu. Ada yang berpendapat bila sudah berusia 10-12 tahun dan ada juga yang mengatakan bila sudah akil baligh. Namun tidak sedikit ulama yang berpendapat hal itu bisa bersifat relatif, tergantung tingkat kemandirian seorang anak yatim. (Hal ini disebabkan antara lain oleh tidak ditemukannya batasan yang jelas untuk umur seseorang dapat di katakana sudah baligh.)
    Artinya, meski sudah baligh, namun bila belum mampu mandiri, sementara ia tidak memiliki ayah yang dapat dijadikan tempat bersandar, maka ia tetap disebut yatim. Dan, meskipun belum baligh tapi sudah mandiri dan mapan di bidang ekonomi, sudah mumayyiz dan akil, maka ia bukan lagi anak yatim. Intinya, anak-anak yatim adalah anak-anak yang ditinggal mati oleh ayahnya, sehingga karena itu ia mendapatkan perhatian lebih di dalam Islam dan harus lebih dikasihani ketimbang anak-anak yang lain.

  5. Tanda-Tanda Baligh Untuk Laki-Laki Dan Perempuan
    Tanda-Tanda Baligh untuk Laki-Laki
    1. Ihtilam,
    yaitu keluarnya mani baik karena mimpi atau karena lainnya. Dalilnya disebutkan dalam Al-Qur’an, dimana Allah ta’ala berfirman :
    ﻢﻬﻠﺒﻗ ﻦﻣ ﻦﻳﺬﺍ ﻥﺬﺌﺘﺳﺍ ﺎﻤﻛ ﺍﻮﻧﺬﺌﺘﺴﻴﻠﻓ ﻢﻠﺤﻟﺍ ﻢﻜﻨﻣ ﻝﺎﻔﻃﻷﺍ ﻎﻠﺑ ﺍﺫﺇ
    ”Dan bila anak-anakmu telah sampai hulm (ihtilam), maka hendaklah mereka meminta ijin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin”.
    Dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu ia berkata,”Aku hafal (perkataan) dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Tidak (dinamakan) yatim bila telah ihtilam dan tidak boleh diam seharian hingga malam” (HR. Abu Dawud 2873 dengan sanad hasan; Irwaaul-Ghaliil 1244; Shahiih Al-Jaami’ Ash-Shaghiir 2/7609).
    Dari Ali juga dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
    ﻦﻋﻭ ﻢﻠﺘﺤﻳ ﻰﺘﺣ ﻲﺒﺼﻟﺍ ﻦﻋﻭ ﻆﻘﻴﺘﺴﻳ ﻰﺘﺣ ﻢﺋﺎﻨﻟﺍ ﻦﻋ : ﺔﺛﻼﺛ ﻦﻋ ﻢﻠﻘﻟﺍ ﻊﻓﺭ
    ﻞﻘﻌﻳ ﻰﺘﺣ ﻥﻮﻨﺠﻤﻟﺍ
    ”Diangkat pena (tidak dikenakan kewajiban) pada tiga orang : orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga ihtilam, dan orang gila hingga berakal” (HR. Abu Dawud 12/78/4380 dan Tirmidzi 1423 dengan sanad shahih; lihat Shahiih Al-Jaami’ Ash-Shaghiir 1/3513).
    Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Mu’adz,”Ambillah dari setiap orang yang telah ihtilam satu dinar” (HR. Nasa’I 2450, Baihaqi dalam Al-Kubra 19155, dan Ahmad 21532).
    2. Tumbuhnya Rambut Kemaluan
    Dari ‘Athiyyah ia berkata : “Kami dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Quraidhah (peristiwa pengkhianatan Bani Quraidhah), di situ orang yang sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sedang orang yang belum tumbuh dibiarkan. Aku adalah orang yang belum tumbuh maka aku diabiarkan”(HR. Abu Dawud 4404, Tirmidzi 1584, Nasa’I 3429, Ibnu Majah 2541, dan Ahmad 4/310; dishahihkan oleh Tirmidzi).
    Dalam satu lafadh disebutkan,”Maka orang yang telah ihtilam atau telah tumbuh rambut kemaluannya dibunuh, sedangkan yang belum dibiarkan”(HR. Ahmad 3/383, Nasa’I 3430, dan Hakim 4/390).

    Dalam lafadh lain : “Aku adalah seorang pemuda di hari Sa’ad bin Mu’adz menghukum Bani Quraidhah dengan dibunuhnya orang yang ikut berperang dan ditawan keturunannya. Mereka melaporkan aku, tapi mereka tidak mendapati bulu kemaluanku, makanya aku sekarang di tengah-tengah kalian” (Tarbiyatul-Aulad fil-Islaam halaman 270).
    Dari Samurah bin Jundub bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Bunuhlah orang-orang tua dari kalangan kaum musyrikiin dan biarkanlah syarkh”. (HR. Ahmad 20021, Abu dawud 3/54/2670, dan Tirmidzi 4/145/1583 dengan sanad hasan. Syarkh adalah anak-anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya).
    Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma,”Bila seorang anak terkena hukuman hudud lalu dipermasalahkan apakah ia sudah ihtilam atau belum? Maka lihatlah bulu kemaluannya”.
    Semua ini menunjukkan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan adalah tanda balighnya seseorang, sebagai tanda juga bagi anak-anak kaum muslimin dan orang-orang kafir; dan menunjukkan juga bolehnya melihat aurat orang lain bila diperlukan untuk mengetahui baligh dan tidaknya seseorang serta untuk lainnya (Tuhfatul-Maulud bi Ahkaamil-Maulud oleh Ibnul-Qayyim halaman 210).
    3. Ketika Ia Mencapai Usia Lima Belas Tahun
    ”Seorang anak bila telah berusia lima belas tahun maka diperlakukan hudud (hukuman pidana) buatnya” (HR. Baihaqi dalam Khilafiyaat dari Anas dengan sanad dla’if).
    Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, ”Untuk waktu ihtilaam tidak ada batas umurnya, bahkan anak-anak yang berusia dua belas tahun bisa ihtilaam. Ada juga yang sampai lima belas tahun, enam belas tahun, dan seterusnya namun belum ihtilaam”.
    Para fuqahaa berselisih tentang usia baligh sebagai berikut :
    Al-Auza’I, Ahmad, Syafi’I, Abu Yusuf, dan Muhammad berkata, ”Bilamana ia telah berusia lima belas tahun, maka ia sudah dikatakan baligh”.

    Para shahabat Imam Malik mempunyai 3 (tiga) pendapat :
    1. Tujuh belas tahun
    2. Delapan belas tahun
    3. Lima belas tahun
    Sedangkan Abu Hanifah ada dua riwayat :
    1. Tujuh belas tahun
    2. Delapan belas tahun dan bagi anak perempuan itu tujuh belas tahun.

    Daud dan para shababatnya berpendapat, ”Tidak ada batasan usia. Yang bisa dijadikan batasan adalah ihtilaam, inilah pendapat yang kuat, dan tidak ada pembatasan dari Rasul shallallaahu ‘alaihi wasallam sedikitpun”. Imam Ahmad mengatakan,”Anak kecil tidak menjadi mahram bagi wanita hingga ia ihtilam”. Beliau mensyaratkan ihtilam.

    4. Memiliki Kesanggupan untuk Berusaha dan Kecerdasan untuk Mengelola Harta
    “ Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim” (QS. Ash-Shafaat : 102)
    “Dan ujilah (269) anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)” (QS. An-Nisa` : 6) [269] Yakni: mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.

    Tanda-Tanda Baligh untuk Perempuan
    Balighnya anak perempuan bisa sama seperti laki-laki, namun ditambah dengan keempatnya, yaitu Haidl, berkembangnya alat-alat untuk berketurunan, serta membesarnya buah dada.
    Bila anak sudah hulm/ihtlaam maka ia telah sampai pada usia taklif. Wajib baginya mengerjakan ibadah dan seluruh amalan wajib. Adapun sebelum itu, maka perintah hanyalah sebagai pembiasaan dan menjadikannya suka.
  6. KESIMPULAN
    Menyadari betapa banyaknya pendapat-pendapat para ulama yang bisa dijadikan rujukan untuk menetapkan had/batasan seseorang dihukumi (dikatakan) yatim dan tidak adanya ketegasan dalam hadits tentang batasan umur ini, serta beragamnya indikator seseorang dapat dikatakan baligh, maka setelah mempertimbangkan seluruh point yang dikemukakan di atas, dengan segala kesungguhan hati dan niat untuk beribadah kepada Allah, dengan pengharapan mohon di ampuni oleh Allah SwT jika terdapat kesalahan dalam menetapkan suatu perkara, Majelis Ulama Nagari Andaleh menetapkan hal-hal sebagai berikut :

    1. Berbuat ishlah (kebaikan) terhadap anak yatim adalah kemestian bagi setiap individu ummat Islam, yang antara lain memiliki hikmah :
    a. Sebagai sarana bagi kaum mukminin untuk saling berlomba, tolong-menolong, terutama berlomba menolong anak yatim.
    b. Sebagai sarana bagi kaum mukminin untuk saling memperhatikan dan peduli terhadap nasib sesama, terutama terhadap anak yatim.
    c. Sebagai sarana kaum mukminin untuk menghidupkan sunnah nabi dan menegakkan ajaran Allah subhanahu wata’ala, tentang perhatian terhadap anak yatim.
    d. Sebagai sarana kaum mukminin menuntut dirinya memenuhi janji Rasulullah SAW, yaitu duduk bersanding dengan beliau bagi siapa yang menjamin anak yatim.
    e. Sebagai wahana berkiprah bagi anak yatim itu sendiri di kalangan kaum muslimin yang memperhatikannya, bagai seorang anak kepada bapaknya sendiri.
    f. Sebagai bukti bahwa Allah SwT lah yang Mahakuasa, mengatur, dan yang berhak diibadahi.
    g. Sebagai bukti kebenaran iman seorang mukmin dengan memperhatikan anak yatim.
    h. Sebagai wahana memperhalus dan memperindah akhlaq kaum mukmin dengan cara bergaul dengan mereka/sebagai benteng kaum mukmin dari api neraka.

    2. Menganjurkan kepada setiap ummat Islam khususnya di Andaleh untuk memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam hal berbuat ishlah terhadap anak yatim, dan jika tidak memiliki kesanggupan untuk membantu atau menyantuni secara sendiri-sendiri, dianjurkan untuk membantu secara bersama-sama melalui suatu Lembaga/Yayasan/Badan/Organisasi.
    3. Tidak ada skala prioritas untuk Yatim dan Lathim. Keduanya diperlakukan sama.
    4. `Ujmi (anak yang kematian ibu) tidak dapat dipersamakan dengan Yatim. Jika terdapat seorang `ujmi yang kehidupan ekonomi bertaraf miskin, maka dia berhak atas dana zakat.
    5. Seseorang dikatakan masih yatim pada saat ia masih belum memiliki kesanggupan sendiri untuk berusaha (belum baligh), atau belum cukup cerdas untuk mengelola hartanya (harta peninggalan ayahnya), (belum baligh yang rusyd), atau belum bisa mandiri karena ketergantungan dengan kesanggupan dan kesempatan terhadap sesuatu hal yang tidak menyelisihi sunnah (seperti tidak sanggup dan sempat berusaha karena masih berstatus pelajar), atau setinggi-tingginya berusia 18 tahun, atau setinggi-tingginya sampai duduk di kelas III SMA/SMK/MAN/sederajat.
    6. Jika seorang anak yatim yang masih melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, sementara ia termasuk golongan faqir atau miskin, maka ia berhak atas dana zakat yang tersedia.

    VII. PENUTUP
    Tiada gading yang tak retak, tidaklah manusia jika tidak bersifat khilaf, segala kebenaran yang terdapat dalam keputusan ini sesungguhnya dating dari Allah dan RasulNya, dan segala kekhilafan adalah milik seluruh anggota MUNA yang ikut dalam merumuskan keputusan ini. Akhirul kalam, fa idza `azamta fa tawakkal `ala-Allah.
    28 Februari 2008

Majelis Syuro
Ketua Sekretaris




H. ABDUL MALIK ISMAIL SAHARNI, BA




MAJELIS ULAMA NAGARI ANDALEH
Ketua




D E S E M B R I

Label:


Komentar:
semoga kita selalu menyantuni anak yatim,tertama yang ada di nagari kito,sukses buat andaleh....
 
salamat dan sukses buat nagari awak. semoga ulama perperan aktif mengayomi masyarakat

 
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]